Page 12 - Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono - Emagz Solopos | Media Informasi dan Inspirasi
P. 12
IV
IV
SABTU KLIWON - MINGGU LEGI
10-11 DESEMBER 2022
Misal
Hubbi S. Hilmibbi S. Hilmi
Hu
itu?” tanyaku lagi padanya.
ira-kira, jika kau mene- jika kau mene- itu?” tanyaku lagi padany pe rutnya yang tertendang. Kami berdua
“Kalau sebaliknya?” tanyanya balik terdiam, tak berusaha membela diri dan
mu kan duit sebanyak itu, duit sebanyak itu, “Kalau sebaliknya?” ta
pa da ku.
bera pa yang kau bagi pada-ang kau bagi pada- pa da ku. menyalahkan satu dengan yang lain.
”Kku?” selidiknya lebih jauh idiknya lebih jauh Belum sempat kumenja “Kenapa kalian ini?! Bukannya jaga, ma-
Belum sempat kumenjawab pertanyaan-w
nya, ia kembali menodongku. “Atau begini, lah berkelahi seperti anak kecil!” kembali ya, ia kembali menodongk
lagi padaku. Mendengar pertanyaannya, r pertanyaannya, n
katakanlah meski kau yang melihatnya Pak RT bertanya dengan nada yang marah. atakanlah meski kau yan
aku terdiam cukup lama. Mengamati k
ma. Mengamati
tiap garis di wajahnya. l lebih dulu, lalu kau kalah dalam perebutan ebih dulu, lalu kau kalah da “Eee...”
uang itu, bagaimana?” lanjutnya bertanya
Ia Muis. Kami bertemu karena keadaan, karena keadaan, uang itu, bagaimana?” lanj “Kenapa!” Pak RT membentakku yang
sama-sama miskin dan piatu. Inilah n piatu. Inilah dan menyesap rokok lintingannya kembali.yesap rokok linting hendak menjawab.
dan men
“
yang membuat kami hampir tiap waktu mpir tiap waktu “Eee....”Eee....” “Dia yang duluan Pak RT, dia tak mau
“Tak adil kan? Makanya kita harus membagi uangnya kepadaku. Padahal
bersama kecuali ketika mandi dan buang mandi dan buang “Tak adil kan? Makan
air tentu saja. Keyatiman kamilah yang n kamilah yang bagi dua!” dengan cepat ia
bagi dua!” dengan cepat ia memotongku. Pak RT tahu kami berdua sama-sama pia-
juga mem buat kami saling memahami ng memahami “Tidak bisa, aku yang lebih dulu tu sejak kecil,” sambung Muis tiba-tiba
“Tidak bisa, aku yan
melihat nya! Aku yang menemukannya!!” dengan lancar.
kemiskinan bersama. Ketiadaan kami etiadaan kami melihat nya! Aku yang me
yang sama. ja “Uang? Uang apa?” sambung tanya Pak RT.
jawabku tak mau kalah, tegas dan keras. wabku tak mau kalah, t
Kata orang-orang di kampung, ibunya pung, ibunya “Tapi aku yang lebih dulu mengambil-Tapi aku yang lebih du “Uang 10 M Pak RT” jawab Muis, se-
“
mati syahid ketika melahirkannya dan kannya dan nya!” suaranya tak sudi mengalah.ya!” suaranya tak sudi men tara aku diam saja dan menuduk,
n
Kami berebut, ribut dan
me ninggalkannya bersama neneknya neneknya Kami berebut, ribut dan sengit hingga mengaku salah telah menendang Muis
yang ju ga seminggu kemudian mati dian mati ia melempar lompak-nya
ia melempar lompak-nya tepat mengenai hingga mencium tanah.
karena sakit muntaber. Ayahnya Ayahnya pelipisku. Tak terima, lompak kulempar ak terima, lom “Haaah...10 M?!” sahut Pak RT melotot
pelipisku. T
balik ke wajahnya dan tepat mengenai tak percaya. “10 M?!” ulangnya lagi sambil alik ke wajahnya dan t
jangan ditanya, ia per gi entah gi entah b
nelayan
ketika melaut bersama nelayan mulutnya. menggoyang bahu si Muis.
mulutnya.
M
la in beberapa hari sebelum ia Merasa lebih terhina, jarak duduk kami erasa lebih terhina, jar Muis yang hanya mengangguk dan
elum ia
y
dilahirkan. yang cukup dekat membuat tangannya kemudian menunduk dengan wajah lesu. ang cukup dekat membu
Mereka tak pulang-pulang, tak susah payah meraih kerah bajuku. Lalu dengan wajah yang tiba-tiba berubah tak susah payah meraih
pulang,
ayahku salah satunya. Lalu Tangan kirinya menarik kerah bajuku segar, Pak RT bersegera mengajak kami ke Tangan kirinya menarik
a. Lalu
m pul kan
warga kampung menyim pul kan hingga napasnya yang cukup busuk rumahnya. Sempat Muis dan aku berusaha hingga napasnya yang
dihantam
itu tercium olehku.
para nelayan itu mati dihantam itu tercium olehku. menolak, namun karena yang mengajak
badai. Men jelang kelahiranku, ibuku anku, ibuku Lalu tangan kanannya
Lalu tangan kanannya menggenggam kami ialah orang yang paling dihormati
yang baik hati dan juga miskin itu ga miskin itu sempurna dan dilayangkan ke wajahku. di kampung kami, kami tak berdaya.
sempurna dan dilayangk
Karena sudah siap dan ia kalah cepat, arena sudah siap dan
psinya.
memutuskan meng adopsinya. K Tak butuh waktu lama, kami sampai
Tak seperti dia, aku sempat menghabis-mpat menghabis- aku berhasil menepisnya dan kakiku di rumahnya. Ia segera membuka pintu,
aku berhasil menepisny
spontan melayang te
kan masa balitaku bersama ibuku meski a ibuku meski spontan melayang tepat mengenai menyilakan kami duduk di sofanya–dan
pada akhirnya ibuku pun mati. Muis n mati. Muis lambungnya. Ia terjatuh dari pelangkan itu kali pertama kami duduk di sofanya
lambungnya. Ia terjatuh
dan aku yang masih kecil kemudian il kemudian pos ronda tempa
pos ronda tempat kami duduk seumur hidup kami–lalu ia kembali lagi
dengan wajah m
diurus oleh nenekku meski ketika meski ketika dengan wajah mencium tanah. menutup pintu dengan rapat.
menginjak kelas terakhir kami, kelas r kami, kelas Sementar “Tunggu sebentar,” ucapnya dengan wa jah
Sementara, aku langsung a, a
tiga sekolah da sar, si nenek juga nek juga ber
berdiri, bersiap melancarkan berubah bahagia. “Oh iya, mau kopi, teh, diri, bersia
a nya
ser
turut mati karena usia nya serangan berikutnya.angan b atau sirup?” ucapnya sambil menunjuk ke
yang sudah renta. arah kami dengan penuh senyum ramahnya.
Sebagai orang yang me- *** “Eee...”
me-
mang tak jelas pekerjaan dan an “Kopi saja ya” potongnya buru-buru
S
terlebih masa depannya, ka mi a mi Sembari menik ma-e ke mudian meluncur ke dalam rumah.
mendapat jadwal jaga malam alam t ti kopi Bu Maryam, i ko Terdengar oleh kami dari ruang tamu
seorang janda tua tempat kami masih terdiam dalam pikiran
lebih banyak daripada warga warga seora
di kampun
yang lain. Nama kami tercantum rcantum di kampung kami yang kami masing-masing, ia meminta istrinya
tiap malam sebagai petugas jaga ugas jaga ditugaskan ketua membuat tiga gelas kopi dan dengan wajah
ditugaskan ketua RT untuk me-
malam di kampung kami. n
nyediakan kopi buat warga yang jaga gempita ia kembali dengan tiga stoples penuh yediakan kopi buat w
mi.
malam, aku dan Muis berbincang terisi berbagai macam makanan ringan.u
“Kalian tak punya kerjaan, daripada aan, daripada malam, aku dan M
nganggur lalu berbuat rusuh di kampung uh di kampung Ilus tentang masa-masa di “Sambil menunggu kopi, dicoba Nak,”
tentang masa-masa di mana kami nanti m
Ilustrasi: Hengki Irawantrasi: Hengki Irawan
akan kaya raya. Kami berd
ini lebih baik kalian saja yang jaga malam. yang jaga malam. akan kaya raya. Kami berdua cukup kesal ucap Pak RT menyilakan kami mencicipi
Lumayan, kalian bisa ngopi gratis!” Pak RT opi gratis!” Pak RT i dengan kemiskinan yang tak berujung. isi dalam tiga stoples itu. Mendengarnya,
dengan kemiskinan yang
setengah teriak dari dalam ruang tamunya.m ruang tamunya. Seloroh kami tentu saja seputar berandai kami spontan mengangguk dan mengiyakan eloroh kami tentu saja sep
S
Saat itu, warga berkumpul di rumahnya mpul di rumahnya m
mempunyai rumah, istri yang aduhai, berurutan. Masih dengan wajah menunduk empunyai rumah, istri
dan
untuk menyepakati jadwal jaga malam di wal jaga malam di Kalian tak punya dan tentu saja anjing-anjing peliharaan aku melirik ke arah Muis yang juga melirik tentu saja anjing anji
kampung kami. Kami dipersilakan duduk di kerjaan, daripada yang makannya jauh lebih enak dan lebih ke arahku. Kami tersenyum dan karena
teras rumahnya bersama nyamuk-nyamuk nganggur lalu berbuat mahal daripada kami. lapar kami langsung membuka tutup
yang hilir-mudik mengisap darah kami, “Bagaimana bisa kita mendapatkan stoples dan melahap isinya.
sementara Pak RT dan warga yang lain rusuh di kampung semua itu?” tanya ketus Muis. “Pelan-pelan Nak,” ucap Pak RT yang
duduk di sofa ruang tamu. ini lebih baik kalian “Bekerja tentu saja” mendapatiku terbatuk karena tersedak
“Jadi bagaimana? Berapa yang kau bagi saja yang jaga malam. “Heh... kita sudah bekerja sekian tahun makanan dalam stoples.
padaku?” tanya Muis lagi. dan tetap saja miskin,” sahutnya. Kopi datang dan Pak RT segera menyila-
“Aku tak tahu persis” Lumayan, kalian bisa “Kita sudah bekerja sebagai apa saja kan. Kami yang sudah bosan menyesap
“Kenapa? Kan kita saudara!” ngopi gratis!” dan di mana saja, bekerja sebagai peng- kopi tawar buatan si janda tua yang rasanya
Mendengar kalimatnya, aku kembali gali kubur pun pernah. Kau tak ingat seperti minum air got itu pun dengan segera
diam menerka-nerka apa yang ada di itu?” sambungnya bertanya, “Dan tentu menyesap kopi buatan istri Pak RT. Istrinya
pikiran nya. Matanya meruncing menatapku. kau pasti tahu. Kita tak pernah menjadi yang cantik mencoba duduk di samping
Wajah nya mengetat lebih dari sebelumnya. ketika aku kaya nanti, ketika aku sukses ka ya raya meski kaya saja atau bahkan Pak RT, namun dengan sigap Pak RT me-
“Duit sebanyak itu, memangnya mau nanti, aku akan mengajakmu turut serta. mes ki hampir saja,” tutupnya lalu nyengir nyuruhnya meninggalkan ruang tamu.
kau apakan?” tanyanya kembali tak pernah Akan kunobatkan kau sebagai orang dan menyesap kopinya. “Jadi mana uangnya?” tanya Pak RT
sabar. kepercayaanku dan di saat-saat pemilu Kalimatnya membuat kami diam dalam se telah istrinya tak meninggalkan jejak
“Segalanya,” sahutku pendek. “Apa saja. nan ti, kau akan kujadikan sebagai ujung pikiran masing-masing hingga entah dari dan setelah wajahnya terlihat lebih tenang
Segalanya dapat kulakukan dengan duit tombakku. Ketua tim suksesku,” yakinku mana ide dalam kepalaku muncul begitu untuk memulai rasa penasarannya.
sebanyak itu! Aku bisa saja membeli ru- padanya. saja. “Bagaimana jika nanti aku berun- Mendengar pertanyaannya yang sangat
mah mewah, sawah, dan tentu saja mo- Mendengar penjelasanku, ia kembali tung?” tanyaku padanya. tiba-tiba, aku dan Muis saling memandang,
bil mewah lalu berumah tangga dengan manggut-manggut seperti anak ayam me- “Beruntung seperti apa?” sementara wajah Pak RT terlihat begitu
gadis pujaan hatiku,” lanjutku kemudian. matuk sisa-sisa nasi. Lalu kembali me nye- “Bagaimana jika sepulang dari sini aku tak sabar.
“Oh iya... satu lagi, dengan duit sebanyak sap rokok lintingannya lebih cepat dan menemukan sebuah tas hitam dan isi- “Eee...”
itu, aku bisa saja mengganti posisi ketua lebih dalam serta membuang napasnya nya uang semua. [Rp] 10 M misalnya!” “Iya mana uangnya,” potong Pak RT
RT. Ah tidak...dengan duit sebanyak itu le bih jauh. jawabku semringah. “Aku pasti kaya raya, pa daku sekali lagi.
aku bakal mencalonkan diri sebagai kepala “Bagaimana menurutmu?” tanyaku lagi hahaha...” Aku girang bukan kepalang. “Hmmm... misal Pak RT,” jawabku rendah
desa.” padanya. “Tentu kau tak akan memakannya sendiri dan langsung menunduk.
“Kau mau menjadi kepala desa?” wajah- “Hmmm...,” wajahnya mulai gusar, seperti kan? Tentu kau tak menemukannya sendiri “Maksudmu?” selidik Pak RT.
nya condong melahap wajahku. ada yang mengganjal, lalu ia melanjutkan, kan?” tanyanya bertubi dengan wajah “Eee..., iya Pak RT, semisalnya kami
“Kenapa tidak? Uang segalanya di zaman “Berarti aku menjadi anak buahmu?” yang juga semringah dan membenarkan menemukan uang 10 M Pak RT,” sambung
ini. Bahkan setelah menjadi kepala desa, “Orang kepercayaan!” tegasku. duduknya. Muis sambil mengelus-elus lututnya.
aku akan mencalonkan diri menjadi bupati, “Tidak!” jawabnya cepat tanpa berpikir. “Tentu, tentu aku tak akan memakan nya Mendengar jawaban si Muis, seketika
kemudian gubernur, lalu presiden,” kataku “Aku tak mau bekerja padamu!” lanjutnya sendiri dan tentu kau juga bersamaku,” wajah Pak RT memerah padam. Kulit-kulit
padanya. melotot padaku dengan nada cukup tinggi. jawabku meyakinkannya. wajahnya terlihat sangat ketat dengan mata
Muis mengangguk terkagum-kagum “Aku tak ingin menjadi kacung dan kau “Kira-kira jika kau menemukan duit se- hampir melompat. Tangannya mengepal.
mendengar tekadku yang teguh itu. Ke- menjadi atasanku!” tegasnya padaku. banyak itu, berapa yang kau bagi padaku?” Giginya bergeretak.
pa lanya penuh dengan jabatan-jabatan “Kita harus membaginya, bagi dua!” selidiknya lebih jauh lagi padaku. Mende-
yang akan kurengkuh nanti. Kopi yang lanjutnya dengan rona memerah. ngar pertanyaannya, aku terdiam cukup Hubbi S. Hilm
te lah dingin disesapnya kemudian lalu “Kenapa kau semarah dan sengotot lama. Mengamati tiap garis di wajahnya. Lahir di Labuhan Haji, Lombok, NTB.
lompak dikeluarkan dari saku bajunya. itu?”selidikku balik padanya. Cerpen, esai, dan resensinya pernah
Ia mengeluarkan tembakau dan kertas “Aku tak mau diperintah olehmu karena *** dimuat di sejumlah media nasional
rokok berbentuk persegi panjang berwarna kita sama-sama miskin dan piatu. Terlebih, maupun media lokal. Buku kumpulan
putih dengan gambar dan tulisan Orang usiaku juga lebih tua darimu!” tegasnya. Dari arah yang tak terduga, entah dari esai pertamanya terbit dengan judul
Merokok dari dalam lompak. Dia lalu me- “Seharusnya kau menghormatiku dan aku- mana datangnya, tiba-tiba lenganku kiriku Silsilah Percakapan (Jejak Pustaka,
linting tembakau, menjadikannya sebatang lah yang seharusnya menjadi bosmu. Kau terdorong tangan kekar. 2022) dan sedang menyiapkan buku
rokok, menyulutnya dan membuang jauh yang bekerja padaku!” jelasnya dengan “Apa-apaan kalian ini!” bentak ketua kumpulan cerpen perdananya yang
na pasnya yang berubah menjadi asap. wajah tak main-main. RT yang tiba-tiba datang dengan sarung berjudul Buku Panduan Wisata.
Kemudian dengan wajah yang sangat “Tapi bukankah aku yang akan memu- berwarna merah dan dengan kopiah yang Ia merupakan mahasiswa doktoral
sungguh, ia bertanya lagi padaku,“Terus? ngut uang itu?” selorohku padanya. selalu lekat di kepalanya. Melihat yang da- Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
Bagaimana denganku?” “Meski, tapi bukankah ada aku juga? Ar- tang itu Pak RT, tubuhku secara otomatis Universitas Sebelas Maret Surakarta
“Tentu... tentu aku tak akan melupakan- tinya kita seharusnya bagi dua,” jawabnya me ringkuk, wajahku menunduk. dan tenaga pengajar di Universitas
mu,” jawabku padanya. “Aku akan membe- kembali dengan nada lebih tinggi. Muis yang terkapar berusaha berdiri Khairun Ternate. Surel: hubbyshilmy@
ri kan posisi terbaik untukmu. Kita sama- “Kalau aku yang pertama melihatnya, mem bersihkan bagian tubuhnya yang gmail.com. Akun Instagram: @
sama miskin dan piatu dari dulu, tentu bukankah aku yang berhak atas uang ter kena tanah dan memegang wajah lalu hubbishilmi.